Beranda | Artikel
Serial Fiqih Pendidikan Anak No 141: SENI BERKOMUNIKASI
Selasa, 11 Oktober 2022

Serial Fiqih Pendidikan Anak No 141: SENI BERKOMUNIKASI

Komunikasi adalah proses interaksi antara dua pihak atau lebih. Yang bertujuan untuk mengumpulkan atau menyampaikan suatu informasi kepada atau dari lawan bicara. Demi terwujudnya kepentingan tertentu.

Agar komunikasi berjalan efektif, sekurang-kurangnya harus memperhatikan tiga aspek:

1. Tujuan atau niat.

2. Pilihan kata.

3. Suasana.

Hati yang bersih dan itikad yang baik adalah kunci utama komunikasi. Niat yang baik biasanya menjadikan setiap kata yang terucap dari lisan Anda terasa sejuk dan mendatangkan kedamaian bagi orang yang mendengarkannya.

Pun demikian, Anda tetap harus pandai memilih kata-kata yang baik dan santun. Nada dan intonasi suara pun harus diperhatikan.

Allah ta’ala berpesan,

“وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا”

Artinya: “Katakanlah kepada para hamba-Ku, “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang terbaik. Sungguh setan itu (selalu) memunculkan perselisihan di antara mereka. Sungguh setan adalah musuh yang nyata bagi manusia”. QS. Al-Isra’ (17): 53.

Selain itu, suasana saat komunikasi juga harus dipertimbangkan matang-matang. Apakah kondusif atau tidak? Bisa jadi lawan bicara sedang marah, sedih atau dalam kondisi lain yang kurang sesuai dengan tema komunikasi yang akan dikemukakan. Memaksakan berkomunikasi saat kondisi tidak menguntungkan adalah tindakan sia-sia.

Seharusnya yang dilakukan adalah berupaya mengkondisikan lawan bicara terlebih dahulu. Hingga keadaan jiwanya tenang dan suasana hatinya kembali nyaman. Jika ternyata belum memungkinkan, maka menunda komunikasi dengannya merupakan sikap bijaksana.

Komunikasi Buruk

Manakala tiga aspek di atas tidak diperhatikan, biasanya yang terjadi adalah komunikasi buruk.

Contohnya: komunikasi yang terjadi antara orangtua dan anak saat krisis meletus. Ketika remaja pulang terlalu malam, orangtua langsung berceramah panjang lebar tentang jam malam yang seharusnya diberlakukan, dan apa konsekuensi untuknya. Berteriak dan menjerit dalam suasana panas adalah bentuk komunikasi terburuk di dalam keluarga.

Komunikasi yang efektif terjadi ketika kepala semua orang dingin, suasana tenang dan damai. Interaksi berjalan dua arah. Berusaha mendengarkan lawan bicara akan sangat membantu keberhasilan komunikasi.

Orang tua salih akan menyambut kedatangan remajanya dengan penuh syukur, karena dia datang dengan selamat. Sedangkan remaja yang salih akan segera meminta maaf karena datang terlambat. Sambil menyatakan alasannya secara singkat. Tentu saja peristiwa ini tidak diabaikan begitu saja. Tetapi, pembicaraan tentang jam malam dan konsekuensinya ditunda besok.

Esoknya, pada waktu yang tepat, di suasana yang kondusif, orangtua bertanya lebih jauh mengapa semalam remajanya terlambat pulang. Orangtua mengaktifkan karunia mendengar. Artinya, secara sadar ia memilih menyimak anaknya. Baru setelah itu, orangtua menyampaikan nasehat secara baik.

Dengan demikian, orangtua membantu anak-anak agar tidak kehilangan kapasitas untuk pengendalian diri, menyatakan keunikan mereka, dan bertanggungjawab terhadap perilaku sendiri.

Selamat mempraktekkan pola komunikasi yang baik!

Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 29 Shafar 1441 / 28 Oktober 2019


Artikel asli: https://tunasilmu.com/serial-fiqih-pendidikan-anak-no-141-seni-berkomunikasi/